Sunday, October 7, 2012

DPR Minta Tidak Ada Tender BBM Bersubsidi

Pemerintah diminta segera membatalkan proses tender penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 2013 sebesar 46 juta kiloliter (kl).

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Dito Ganinduto mengatakan, pendistribusian BBM bersubsidi menggunakan uang negara, sehingga tidak sepantasnya diserahkan ke pihak swasta, apalagi asing. Selayaknya, pendistribusian BBM bersubsidi yang merupakan pelayanan publik (public service obligation/PSO) dilakukan pemerintah melalui badan usaha milik negara (BUMN) bidang energi, yakni PT Pertamina (Persero).
"Kalau sampai asing ikut mendistribusikan BBM bersubsidi, maka sama saja dengan menggadaikan kedaulatan ekonomi kita. Apalagi ini terkait dengan uang negara," kata Dito Ganinduto di Jakarta, Senin (1/10).
Untuk itu, menurut Dito, DPR akan memanggil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik untuk membatalkan proses tender BBM bersubsidi tersebut.
Seperti diketahui, saat ini, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tengah menyelenggarakan tender penyediaan dan pendistribusian BBM bersubsidi untuk 2013. Tercatat sebanyak empat perusahaan yang berminat yakni PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, PT Aneka Kimia Raya Corporindo Tbk (AKR), dan PT Surya Parna Niaga (SPN).
Dito juga mengatakan, urusan penyaluran subsidi seharusnya dikerjakan BUMN. Untuk itu, pemerintah menjadikan BUMN, seperti PT Pertamina (Persero), sebagai satu-satunya perusahaan yang menyediakan dan mendistribusikan BBM bersubsidi di seluruh pelosok negeri.
"Meski soal tender ada aturannya, namun pemerintah semestinya tidak serta merta memberikan alokasi untuk idstribusi BBM bersubsidi ke perusahaan selain Pertamina. Apalagi swasta asing," ujarnya.
Menurut dia, pemerintah bisa mencontoh Malaysia atau Singapura yang mensyaratkan pembangunan kilang jika ingin mendistribusikan BBM. Jadi tidak dibuka seperti saat ini. "Siapapun bisa membangun SPBU. Ini liberalisasi yang kebablasan," tuturnya.
Di lain pihak, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria juga menilai, pemerintah sebaiknya menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai pelaksana tunggal dalam penyediaan serta pendistribusian BBM bersubsidi. Penunjukan badan usaha lain, apalagi swasta asing, sebagai pelaksana penyediaan dan penyaluran BBM bersubsidi tidak memberikan nilai tambah bagi pemerintah. Bahkan, di mata publik, proses penetapan yang dilakukan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) ini hanya seperti "bagi-bagi kue" dalam bisnis BBM bersubsidi.
"Ditetapkannya beberapa perusahaan pelaksana pengadaan dan penyaluran BBM bersubsidi, termasuk swasta nasional dan asing, hanya memperpanjang rantai koordinasi dengan BPH Migas dalam melakukan pengawasan," katanya.
Menurut dia, penunjukan hanya satu badan usaha, apalagi BUMN seperti Pertamina pada dasarnya tidak melanggar hukum. Ini dikarenakan penunjukan langsung ini berkaitan dengan BBM yang disubsidi pemerintah. Lain halnya jika yang akan didistribusikan adalah BBM nonsubsidi. Memang berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Apalagi penetapan selain Pertamina untuk menangani BBM bersubsidi, pada dasarnya menjadikan biaya distribusi BBM tidak efisien. "Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan utama bagi pemerintah," tutur Sofyano.
Hal senada juga disampaikan pengamat energi dari Indonesian Resourses Studies (Ires) Marwan Batubara. Dia meminta pemerintah membatalkan proses tender BBM bersubsidi yang kini tengah dilakukan BPH Migas.
"Untuk urusan BBM bersubsidi, tidak layak diserahkan ke swasta, apalagi asing. Serahkan saja ke BUMN, yakni Pertamina, yang 100 persen sahamnya dimiliki negara. Selama ini pelaksanaan tender yang sudah berjalan 3-4 tahun belakangan cenderung dipaksakan. Jadi, kenapa tidak sekalian ditiadakan saja," katanya.
Pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan merestrukturisasi pihak-pihak penerima karena selama ini dinilai tidak tepat.
Pengguna dari masyarakat golongan tidak mampu dan transportasi umum tetap menjadi prioritas yang harus memperoleh manfaat dari subsidi untuk BBM. Hingga saat ini, meski mencapai ratusan triliun rupiah, pemerintah tidak bisa menghapus subsidi untuk BBM karena dibutuhkan masyarakat.
Meski demikian, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengakui struktur pemberian subsidi untuk BBM masih kurang baik. Untuk itu, pemerintah akan merestrukturisasi penerimanya.
"Jadi, nantinya yang boleh menikmati subsidi hanya yang berhak, misalnya untuk transportasi umum maupun masyarakat yang tidak mampu. Saya tetap beranggapan rakyat harus diberi subsidi BBM. Idealnya pemberian subsidi dilakukan secara langsung untuk masyarakat yang tidak mampu. Namun pemerintah masih memerlukan waktu," tutur Hatta.
Dia menjelaskan, perbedaan harga (disparitas) antara BBM bersubsidi dengan nonsubsidi cukup tinggi. Jika tidak diawasi dengan ketat, maka bakal memicu tindakan penyimpangan dan penyelundupan.

Share |

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites