Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas
terbesar di Indonesia dengan rata-rata produksi sekitar 2.200 juta kaki kubik
per hari (MMSCFD). Cadangan blok ini sekitar 27 triliun cubic feet (tcf). Sejak
1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, dengan
pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar
12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik, blok Mahakam berpotensi pendapatan
kotor US$ 187 miliar (12,5 x 1012 x 1000
Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1700 triliun.
Kontrak Kerja Sama (KKS) Blok Mahakam
ditandatangani oleh pemerintah dengan Total E&P Indonesie dan Inpex
Corporation (Jepang) pada 31 Maret 1967, beberapa minggu setelah Soeharto dilantik
menjadi Presiden RI ke-2. Kontrak berlaku selama 30 tahun hingga 31 Maret 1997.
Namun beberapa bulan sebelum Soeharto lengser, kontrak Mahakam telah
diperpanjang selama 20 tahun, sehingga kontrak akan berakhir pada 31 Maret
2017.
> Karena besarnya cadangan tersisa, pihak
asing telah kembali mengajukan perpanjangan kontrak. Disamping permintaan oleh
manajemen Total, PM Prancis Francois Fillon pun telah meminta perpanjangan
kontrak Mahakam saat berkunjung ke Jakarta Juli 2011. Disamping itu Menteri Perdagangan Luar Negeri Pran cis Ni
cole Bricq kembali meminta perpanjangan kontrak saat kunjungan Jero Wacik di
Paris, 23 Juli 2012. Hal yang sama disampaikan oleh CEO Inpex Toshiaki Kitamura
saat bertemu Wakil Presiden Boediono dan Presiden SBY pada 14 September 2012
Padahal sesuai UU Migas No.22/2001, jika kontrak migas berakhir, pengelolaan
seharusnya diserahkan kepada BUMN. Apalagi hal ini sesuai amanat konstitusi dan
kepentingan strategis nasional. Pertamina pun telah menyatakan keinginan dan
kesanggupan mengelola blok Mahakam berkali-kali sejak 2008 hingga
sekarang. Namun, menyimak pernyataan
sejumlah pejabat pemerintah, besar kemungkinan Pertamina akan gagal. Kepala BP
Migas R.Priyono misalnya mengatakan mendukung Total untuk tetap menjadi
operator (7/2012). Wamen ESDM Profesor Rudi Rubiandini meminta agar Pertamina
tidak perlu bernafsu menjadi operator blok Mahakam, karena Pertamina tidak akan
sanggup secara SDM, teknologi dan finansial, akibat besar dan sulitnya ladang
Mahakam (13/9/2012).
Tampaknya Ironi blok Cepu yang diserahkan
pada Exxon (2006) akan terulang pada blok Mahakam. Akibatnya, BUMN akan kembali
menjadi pecundang: dikalahkan oleh Pemerintah di negara sendiri, dan rakyat
dirugikan! Oleh sebab itu, untuk menjamin dominasi BUMN dan mencegah kerugian
rakyat, IRESS menggalang gerakan advokasi ini dengan menyiapkan “Petisi Blok
Mahakam untuk Rakyat”. Seluruh komponen bangsa dihimbau untuk bergabung menjadi
peserta/petitor dalam gerakan untuk menyuarakan tuntutan ini kepada Pemerintah
dan DPR.
Tuntutan
Untuk mencapai kemandirian dan ketahanan
energi nasional dan sesuai dengan amanat konstitusi, maka pengelolaan blok
Mahakam harus diserahkan kepada Pertamina. Namun tampaknya Menteri ESDM, Wamen
ESDM dan Kepala BP Migas cenderung untuk kembali memperpanjang kontrak kepada
asing. Terlepas apakah sikap ketiga pejabat ini sepengetahuan dan telah
direstui Presiden SBY atau tidak, niat buruk ketiganya harus segera dihentikan.
Pemerintah diminta untuktidak bersandiwara dengan mengatakan mendukung BUMN,
namun sebenarnya memihak asing. Memperlambat penetapan keputusan patut pula
diduga sebagai upaya untuk menyingkirkan Pertamina. Oleh sebab itu pemerintah
(dan DPR) dituntut untuk:
1.
Memutuskan
status kontrak blok Mahakam melalui penerbitan PP atau Kepmen secara terbuka
paling lambat 31 Desember 2012;
2.
Menunjuk
dan mendukung penuh Pertamina sebagai operator blok Mahakam sejak April 2017;
3.
Mengabaikan
dan menolak berbagai upaya dan tekanan pihak asing, termasuk tawaran kerjasama
ekonomi, beasiswa dan komitmen investasi migas guna memperoleh perpanjangan
kontrak;
4.
Manjamin
pemilikan 10% saham blok Mahakam oleh BUMD (Pemprov Kaltim & Pemkab Kutai
Kartanegara) yang pelaksanaannya dikordinasikan dan dijamin oleh Pusat bersama
Pertamina, tanpa partisipasi atau kerjasama dengan swasta;
5.
Meminta
kepada Total dan Inpex untuk memberikan 20-25% saham blok Mahakam kepada
Pertamina sejak 2013 hingga 2017, dengan kompensasi (bagi Total dan Inpex)
pemilikan 20-25% saham blok Mahakam sejak 2017 hingga 2037;
6.
Membebaskan
keputusan kontrak Blok Mahakam dari perburuan rente dan upaya meraih dukungan
politik dan logistik, guna memenangkan Pemilu/Pilpres 2014, seperti terjadi
pada tambang Freeport atau Blok Cepu;
7.
Membebaskan
pemerintah dari pejabat-pejabat dan kaki-tangan asing yang telah memanipulasi
informasi, melakukan kebohongan publik, melecehkan kemampuan SDM dan perusahaan
negara dan merendahkan martabat bangsa.
Setiap upaya yang dilakukan untuk membatasi
dan menghilangkan hak Pertamina merupakan penghianatan terhadap konstitusi,
melecehkan hak rakyat dan mengabaikan tuntutan reformasi berupa pemerintahan
yang bebas KKN. Segenap komponen bangsa dan seluruh rakyat Indonesia diminta
untuk mendukung dan bergabung dalam gerakan ini guna tercapainya seluruh
tuntutan dalam petisi.
Jakarta 10 Oktober 2012
Penandatangan Petisi:
Chandra Tirta Wijaya, Marwan Batubara, Prof.
Sri-Edi Swasono, Kwik Kian Gie, Dr Kurtubi, Hatta Taliwang, Suripto, Dr. Hendri
Saparini, Prof. Dr Mochtar Pabottingi, Prof. Dr Mukhtasor, Pri Agung Rakhmanto,
Dr Anis Baswedan, Dr Iman Sugema, Dr Revrisond Baswir, Dr Fadil Hasan, Dr Erwin
Ramedan, Effendi Khoiri, Lily Wahid, Nurmawati Bantilan, Adhie Massardi, Dr
Irman Putra Sidin, Dr M. Said Didu, Faisal Yusro, Agus Pambagio, Akhmad Khaqim,
Dr Syaiful Bahri, Prof Dr M.Asdar, MJ.Muliahati, Siti Maimunah, Salamuddin
Daeng, Dani Setiawan, Riza Damanik, Fabby Tumewa, Wilman Ramdhani, Edy Mulyadi,
Abdullah Shodik, Anjar Dimara Sakti, Sugeng Wiyono, dll.